top of page
  • Writer's pictureDelvirah Sabatini

25 Advice for My 25-year-old Self: Autumn Sparks (25 Advice, #1)



Judul: 25 Advice for My 25-year-old Self: Autumn Sparks (25 Advice, #1)

Penulis: Delvirah Sabatini

Penerbit: Egg & Co.

Publikasi: December 2019

Tebal: 340 halaman


Jika kita menikmati sesuatu, waktu akan terasa berjalan amat cepat. ...Denyutan kota ini selaras dengan denyutanku. Melecuti semangatku kembali hidup. Hanya orang yang bosan dengan hidup yang bisa bosan dengannya.

Advice #8: When a man is tired of London, he is tired of life.


Selamat datang di segmen terbaru Egg & Co. di tahun 2021 yang cerah ceria ini: Guest Review! Sesuai namanya, kami mengundang reviewer tamu untuk menyumbangkan opininya mengenai beberapa buku pilihan. Dan guest review pertama kita, Fany Renjana, akan membagikan pendapatnya mengenai novel kedua karya Delvirah!


Kalo kalian baca buku ini dan tertegun kenapa tokoh utamanya berbagi nama yang sama dengan si penulis, well jangan bingung karena 25 Advice merupakan memoir pribadi penulis yang dibikin fiksi. Jadi dibilang kisah nyata, nggak salah. Tapi dibilang fiksi, juga nggak salah.


Pada tahun 2016, Delvirah memperoleh beasiswa yang memungkinkannya melanjutkan studi magister ke negara impiannya, Inggris. Universitas pilihannya, University of Aberdeen, merupakan salah satu universitas tertua di negara Ratu Elizabeth itu dan terletak di bagian utara Britania Raya -- tepatnya di Skotlandia. Berada di negara asing dengan bahasa dan budaya yang jauh berbeda dengan Indonesia memberikan tantangan dan kesempatan untuk making memories tersendiri.


EGGLYSIS

Personally, buku ini membangkitkan begitu banyak kenangan indah saat berkuliah di Inggris. Delvirah memikat dengan gaya penulisannya yang unik sejak halaman pertama. Setiap chapter dimulai dengan nasehat ("advice" -- clever) pribadinya yang sangat relatable bagi pembaca. Format ini mempermudah pembaca untuk mendapat gambaran sepintas mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya. Penyajian nasehat yang unik ini membuat kisahnya menarik.

Narasi untuk tiap karakter, tempat, bahkan perasaan juga sungguh menyenangkan. Tiap karakter memiliki suara tersendiri yang membikinku ingin mengenal mereka lebih jauh. Mereka menyenangkan dan kocak. Sangat membumi dan membuat pembaca jatuh sayang, juga dengan flaw masing-masing. Preminya sederhana: seorang penerima beasiswa yang pergi menuntut ilmu di negara lain, bertemu sahabat-sahabat dengan ikatan yang kuat, juga jatuh cinta. Kita menyaksikan perjuangan si tokoh utama menjalani naik turunnya kehidupan. Tantangannya saat menyesuaikan diri di awal cerita: sering nyasar mengikuti petunjuk online map hingga kerumitan jurusan yang dipilihnya -- Renewable Energy Engineering (yang juga sangat menginspirasi karena jurusan teknik biasanya identik sebagai jurusan laki-laki). Jangan lupa daya tarik yang dirasakannya terhadap Mahmoud, teman sekelasnya yang berasal dari Mesir, yang bagaikan rollercoaster perasaan. Dengan ego yang tinggi dan kemampuan bersilat lidah, keduanya sama-sama tak mau kalah. Namun justru di tiap argumen ini chemistry mereka terpancar.

Tiap sahabatnya memiliki gaya dan karakterisasi tersendiri. Fany, yang memiliki obsesi tersendiri dengan Skotlandia. Riza, teman sekelasnya di jurusan Renewable Energy Engineering yang supercuek. Devi, flatmate-nya yang bijaksana dan suka banget sama cheesecake dari Tesco. Brian, si poni lempar ganteng. Aan, koki Trinity yang paling jago masak kulit ayam goreng. Dwiky, si dewa nasi. Ano, uda Batak yang mirip aktor Jepang. Mas Puji, si penerima beasiswa Chevening yang ketje badai. Penuturan kisahnya juga berwawasan luas. Sebagai contoh: Chapter 3 "Teliti dulu sebelum membeli" -- terdengar simpel. Tapi saat kamu membaca isi chapter itu, kamu bisa menangkap makna yang lebih. Secara pribadi, aku sangat suka ketika hal sesimpel salah baca online maps dapat menuntunmu ke rute perjalanan yang tak berujung. Bayangkan betapa lelahnya berjalan nonstop tanpa tahu lokasi tujuanmu yang sesungguhnya. Buat kita yang tinggal di Indonesia, kita punya banyak layanan ojek online dan transportasi lainnya yang mempermudah perjalanan. Tapi di Inggris, bahkan ketika warga setempat mengklaim lokasi tertentu mudah dicapai dengan berjalan kaki, itu bukanlah jarak yang dibayangkan orang Indonesia. Buat mereka, jalan kaki 20-30 menit bukan masalah. Buat kita, jalan kaki ke warung depan rumah pun sudah menyusahkan. Apalagi kalau salah baca peta. Buku ini penting bagi pembaca yang bercita-cita untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Pengalaman-pengalaman Delvirah ini akan menjadi pengalamanmu. Tantangan utama saat kamu baru tiba di Inggris:

  1. Temperatur dingin

  2. Dan tahan batukmu! (supaya nggak disangka menderita TB -- atau zaman sekarang, covid, lol)

Honeymoon period:

  1. Semuanya terlihat bagus dan menarik, bahkan batu yang kamu lihat di pinggiran jalan hahaha. Well, IT IS A SCOTTISH ROCK

  2. Khususnya University of Aberdeen tampak sangat megah. Kampus ini dibangun pada abad ke-15 dan sangat tradisional. Betul kata Delvi, rasanya seperti berada di dunia Harry Potter.

  3. Hmmm, jangan lupa untuk mencoba Irn Bru.

Bagaimana dengan culture shock? Mental isolation? Acceptance period? Bahkan anxiety? Well, Delvi pun merasakan semuanya itu. Baca buku ini untuk mencari tahu bagaimana mungkin seseorang bisa merasakan culture shock di tempat impiannya. Atau mungkin kamu berpikir studi di luar negeri itu mudah? Pikir lagi. Tantangannya dibagikan dengan jelas di sini, juga bagaimana studi magister itu.


Aku nggak bisa jelasin lebih lanjut lagi tanpa kasih spoiler. Intinya, YOU MUST READ IT. Especially if you have that wee desire to study abroad.

Overall, 25 Advice: Autumn Sparks...


Jadi penasaran sama pengalaman Delvirah di Aberdeen dan kepengin memesan buku 25 Advices, #1? Langsung hubungi di sini! :)


Recent Posts

See All
bottom of page